Sabtu, 23 April 2011

KRIMINALITAS DALAM ISLAM


PENDAHULUAN

I. Pengertian Judul
            Korupsi berasal dari kata latin corruptio yang berarti perbuatan busuk, buruk, tidak jujur, dapat disuap, tidak bermoral, menyimpang dari kesucian, kata-kata atau ucapan menghina atau memfitnah. Dalam bahasa inggris berarti jahat, buruk, suap dan curang. Suatu perbuatan jahat, kriminal yang menguntungkan pribadinya dan atau kelompoknya dan merugikan orang lain dan atau kelompok lain.
Kriminalitas berasal dari bahasa inggris: Criminal yang berarti jahat, penjahat, berhubungan dengan tindak kejahatan dan segala bentuk perbuatan yang melanggar dan dapat dihukum dengan KUHP (Kitab Undang-Undang Pidana). Kriminalitas adalah perbuatan kejahatan pidana 1) Dalam bahasa arab disebut dengan Jinayah 
            Islam berasal dari bahasa arab: Aslama Yaslamu Islaaman yang berarti damai dan tentram, yaitu agama yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW dengan kitabnya: Al Qur’anul Kariem.
            Dalam makalah ini, penulis akan menguraikan secara singkat mengenai perbuatan kriminal  (Jinayat) ditinjau dari pandangan Syari’at Islam.
II.  Jenis-Jenis Hukum Pidana
            Kriminalitas merupakan perbuatan yang melanggar Undang-Undang Negara Republik Indonesia 1945 dan digolongkan dalam perbuatan hukum pidana yang dapat dijatuhi hukuman  sesuai dengan KUHP. Jenis-jenis perbuatan kriminial di antaranya adalah Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
Karupsi adalah kecurangan, penyelewengan dan penyalahgunaan jabatan untuk kepentingan diri sendiri atau kelompok tertentu 2)
Kolusi adalah mengadakan hubungan secara diam-diam yang bersifat rahasia dengan orang atau kelompok lain yang bertujuan untuk menguntungkan dirinya atau kelompoknya 3)
Nepotisme berasal dari akar kata Nepotis, yaitu orang atau pejabat yang lebih mengutamakan atau menomorsatukan orang-orang dekatnya untuk diberikan kedudukan atau jabatan 4)
Nepotisme  adalah sikap-tindak yang mengutamakan atau menomorsatukan famili atau teman-teman dekat untuk diberikan kedudukan  atau jabatan 5)
KORUPTOR ADALAH PENCURI
            Korupsi adalah tindakan mengambil sesuatu bukan milik dan bukan pula haknya yang dapat merugikan dan membahayakan orang lain. Begitu pula mencuri. Bedanya, kalau koruptor dapat mengambil sesuatu di tempat mana saja dengan cara tidak langsung, sementara pencuri mengambil sesuatu di tempat tertentu dengan cara langsung. Kalau koruptor mencuri sesuatu dengan sarana-sarana halus (shofwer). Kalau Pencuri dengan sarana-sarana yang kasar (Hadwer). Keduanya sama-sama pencuri, pelaku kriminal atau Jinayah . Akibat dua pelaku kriminal ini terletak pada kerugian pemilik sesuatu itu dan pengaruh perbuatannya kepada masyarakat umum. Resiko pencuri lebih kecil ketimbang koruptor. Melakukan korupsi lebih mudah dilakukan ketimbang mencuri, karena koruptor tahu benar tempat harta ynag mau di korup. Akibatnya dapat merugikan orang banyak, bahkan bangsa dan negara. Sedangkan akibat mencuri hanya merugikan orang tertentu saja.
            Bila koruptor disamakan dengan pencuri, maka persamaan ini disebut mirip, bukan sama persis, karena terletak pada proses mengambilnya yang berbeda. Bila keduanya berbeda, walaupun namanya adalah sama, yaitu pencuri yang dalam bahasa arab-nya disebut Sariq untuk laki-laki dan Sariqoh untuk perempuan, maka apakah hukumannya juga sama, seperti halnya pencuri, yaitu dipotong tangannya. Hal ini dapat dilihat pada prinsip hukum (had) itu sendiri, yaitu tidak terulangnya perbuatan lagi. Kalau hukuman yang dijatuhkan Hakim kepada koruptor sama dengan Pencuri, itu sebenarnya sudah cukup, asalkan memenuhi syarat-syarat potong tangan sesuai dengan hukum-hukum Islam. Yang penting tidak mengulangi lagi perbuatan negatif itu yang merugikan orang banyak atau perorangan. Dan inilah hikmah di syari’atkannya hukuman potong tangan bagi pencuri atau korupsi.
            Lahirnya hukuman atau had bagi koruptor yang di samakan dengan hukum pencuri (sariq) di dalam Islam dikenal dengan Qiyas yang diperoleh dari hasil ijtihad para ulama ahli Fiqh 6)
            Namun ada pula beberapa ulama yang tidak mau kepada Qiyas, sehingga untuk menentukan hukuman pelaku korupsi tidak disamakan dengan hukuman pencuri, karena banyak perbedaannya dengan perbuatan mencuri, hukum potong tangan tidak  dapat dikenakan kepada pelaku korupsi, karena korupsi itu adalah suatu pelanggaran hukum Syari’at Islam dan termasuk perbuatan kriminalitas besar yang membahayakan banyak orang, maka pelakunya tetap harus dihukum lebih berat dari pencurian.

JENIS-JENIS KORUPSI DAN DAMPAKNYA
            Korupsi mempunyai beberapa nama yang berbeda-beda, walaupun berbeda, korupsi tetap berkenaan dengan perbuatan kriminal atau  jinayat yang dilakukan oleh seseorang atau kelompok orang yang terkait dengan suatu tugas atau jabatan yang didudukinya. Orang yang diberi jabatan, berarti orang itu dianggap mampu menanggung amanah dan berkewajiban melaksanakan amanah tersebut dengan sebaik-baiknya. Nah, ketika orang tersebut melakukan sesuatu tidak sesuai dengan yang memberi amanah, apalagi sampai merugikan yang memberi amanah atau selain orang yang memberi amanah, maka orang tersebut dikategorikan sebagai orang yang melanggar amanah. Apabila pelanggaran itu bersifat menguntungkan dirinya atau kelompoknya, maka perbuatan itu disebut korupsi dan jahat. Oleh sebab itu, kewenangan dan kekuasaan hanya dapat dilakukan, bila telah sesuai dengan orang yang mempercayainya atau sesuai dengan aturan dan perundang-undangan yang berlaku.
            Korupsi dapat dibagi kepada dua bagian, yaitu korupsi aktif dan korupsi passif. Di antara korupsi aktif sebagai berikut :
Pertama, memberikan sesuatu (hadiah) atau janji kepada pejabat; penyelenggara negara dengan maksud agar berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya yang bertentangan dengan tugas, wewenang, hak dan kewajibannya sebagai orang yang mendapat kepercayaan.
Kedua, memberikan atau menjanjikan sesuatu kepada Hakim dengan maksud untuk mempengaruhi putusan perkara yang diserahkan kepadanya untuk diadili, disebut Risywah atau sogokan.
Ketiga, menggelapkan uang atau menghilangkan atau menyimpan surat berharga, karena  jabatannya untuk  melakukan  suatu  perbuatan  yang dapat  menguntungkan dirinya atau
kelompoknya dan merugikan orang lain baik individu atau masyarakat luas.
Keempat, memalsu buku-buku, data-data dan lain-lain yang berkenaan dengan administrasi dan tidak dapat mempertanggung jawabkannya dengan transparan sesuai dengan aturan dan prundang-undangan yang berlaku.
Kelima, melakukan perbuatan curang atau membiarkan orang melakukan curang dengan maksud menguntungkan dirinya atau kelompok dan merugikan orang lain atau kelompok.
Keenam, memungut uang diluar prosedur yang resmi dalam melaksanakan pelayanan kepada masyarakat, baik minta se-ikhlasnya atau dengan cara-cara lain yang mengarah kepada upaya agar orang lain (yang dilayani) memberikan uang atau berjanji memberikan uang kepada yang melayani, walaupun secara lahirnya diucapkan ikhlas, tapi sebenarnya tidak ikhlas. Pemberian se-ikhlasnya dilakukan oleh yang diberi pelayanan, karena takut diancam; tidak akan dilayani pada waktu itu atau pada waktu lainnya.
Perbuatan korupsi tidak hanya terjadi dalam bidang keuangan dan material, tetapi juga terjadi dalam bidang politik, seperti mony politc yang juga dikategorikan sebagai sogokan. Dan bisa terjadi dalam bidang bisnis, seperti mengurangi ukuran timbangan.
Sedangkan korupsi passif, misalnya melanggar menggunakan waktu / jadwal yang ditetapkan bersama sesuai dengan aturan, seperti tidak tepat waktu masuk kantor atau sama sekali bolos dan masuk kantor hanya untuk mengambil honor harian atau gaji bulanan. Semua perbuatan tersebut disebut kriminal (kejahatan) dan dikenakan hukuman sesuai dengan tingkatan kesalahannya.

KESIMPULAN
            Dari pembahasan di atas, penulis dapat simpulkan, bahwa korupsi adalah sama dengan perbuatan kriminal dan sejenisnya, karena sama-sama merugikan orang lain atau kelompoknya dan hanya menguntungkan dirinya sendiri atau kelompoknya dengan cara yang melanggar aturan dan perundang-undangan. Perbuatan itu dalam Syari’at Islam wajib hukumnya mendapat hukuman (had), baik dengan cara di qiyas-kan (disamakan) dengan perbuatan kriminal lainnya atau dengan cara lain dengan hukuman yang lebih berat. Dan pada prinsipnya, adanya hukuman itu adalah agar perbuatan itu tidak diualngi lagi.


1) Pius A. Partanto, M. Dahlan Al Barry, “Kamus Ilmiyah Populer” , Arkola Suurabaya, cet. 1 1994
2) Lihat “Kamus Ilmiyah Populer” oleh Pius A Partanto, M. Dahlan Al Barry, Arkola Surabaya cet. 1 1994 hal. 375
3) Lihat  Pius A Partanto, M. Dahlan Al Barry Op. Cit. hal.350
4) Pius A. Partanto, M. Dahlan Al Barry, Op. Cit. hal.519
5) Pius A. Partanto, M. Dahlan Al Barry, Ibid.
6) Lihat Elvyn Kaffah, dan Moh. Asyik Abudullah, “Fiqh Korupsi Amanah vs Kekuasaan”, hal 256, 2003.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silakan kirim komentar dan reaksi anda, akan menjadi masukan berharga buat saya !