Senin, 25 April 2011

Minggu, 24 April 2011

Sabtu, 23 April 2011

Pertanyaan Umum

Pertanyaan Umum

Jawab pertanyaan ini dengan sejujurnya !

1. Apakah anda pernah membaca blog saling bagi ?
2. Siapa pemilik blog saling sapa ?
3. Apakah anda ingin menambah pengetahuan ?
4. Pernahkah anda membaca dan mengomentari artikel di blog saling bagi ?


PENGERTIAN ISLAM DALAM AL QUR'AN

Hj. Ithriyah Baihaqi
I.  PEMBAHASAN
     Banyak orang Islam sering salah paham terhadap konsepsi Islam. Kadangkala suatu keyakinan dan perbuatan dianggap sebagai Islami, ternyata tidak mencerminkan nilai-nilai Islami sama sekali. Sebaliknya, kadangkala suatu keyakinan dan perbuatan dianggap bukan Islami.  Justeri mencerminkan nilai-nilai Islami. Mengapa ini bisa terjadi di tubuh kaum orang Islam sendiri ? Apakah karena mereka belum paham tentang konsepsi Islam secara utuh ? Ataukah karena mereka enggan mempelajarinya secara mendalam ? Ternyata kejadian ini tidak hanya menimpa kepada orang awam saja, tetapi juga para intelektualnya yang mengaku sebagai muslim terpelajar.          
      Inilah latar belakang penulis membahas topik ini, di samping juga petunjuk dari dosen penulis untuk menganalisa topik ini, agar konsepsi al Islam dapat di pahami sesuai dengan konsep-konsep kitab suci al-Qur’an, bukan dari pendapat-pendapat orang yang belum bisa dipertanggung jawabkan kebenarannya. Dan Allah SWT telah menjelaskan secara tersurat maupun tersirat di dalam Al-Qur’an masalah  ini, sebagaimana dalam Surat al Imran, ayat 19 dan 85 yang berbunyi :
وَمَنْ يَتَّبِعَ غَيْرَ اْلإِسْلاَمِ فَلَنْ يُقْبَلَ مِنْهُ وَهُوَ فِى اْلأَخِرَةِ مِنَ اْلخَاسِرِينْ (ال عمران 85)
         Kata “al Islam” itu berasal dari bahasa Arab aslama, yuslimu, islaaman, berarti damai, selamat. Kata al-islam terdapat pula dalam Al-Qur’an surat Al-Maidah, ayat 3 yang berbunyi :
   اليَوْمَ أَكْمَلْتُ لَكُمْ دِيْنَكُم ْوَأَتمَْمْتُ عَلَيْكُمْ نِعْمَتِى وَرَضِيْتُ لَكُمُ اْلإِسْلاَمَ دِيْنَا.
   ( أل عمران 19 )
Artinya : “Pada hari ini telah Ku-sempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhoi Islam itu menjadi agamamu”.
       Dengan demikian jelaslah, bahwa  al-Islam merupakan suatu agama yang ditetapkan oleh Allah SWT untuk manusia, sebagai petunjuk, sebagaimana juga diterangkan dalam QS al Qoshosh, ayat 50 dan dalam surat al-Baqoroh, ayat 147,  bahwa al-haqqu (kebenaran) itu dari Allah SWT, maka pastilah al-islam itulah yang dimaksud dengan al-haqqu. Demikian pula kata al Islam dalam ayat 85 di atas mempunyai arti Addinyang di ridloi Allah SWT dalam arti yang utuh (kaffah).
II.  AL ISLAM DATANG MELALUI WAHYU ALLAH SWT.
 Lalu bagaimana al-islam bisa sampai kepada manusia? Ya tentu hanya melalui wahyu beserta penjelasannya yang diberikan/diturunkan kepada para Nabi dan Utusan-Nya dari Adam as hingga Muhammad SAW (sebagai nabi dan utusan Allah SWT yang terakhir). Al-islam dalam bentuknya yang final (kaffah) tentu diturunkan kepada Nabi dan Utusan-Nya yang terakhir, Yaitu Nabi Muhammad SAW.
Al-Qur’an surat Al-Maidah, ayat 3 tersebut di atas diturunkan pada hari jum’at di padang Arofah setelah waktu Ashr pada waktu Nabi Muhammad saw melakukan haji wada’. Lalu kalimat ” akmaltu lakum dinakum “, artinya, ” telah Aku sempurnakan untuk kamu ad-din kamu “. Kata kamu dalam ayat tersebut  dimaksud adalah Muhammad saw dan para sahabatnya karena ayat ini turun kepada Muhammad dan berkaitan dengan mereka, jadi ” ad-din  ” adalah bentuk keyakinan (al-’aqidatu) dan perbuatan (al-’amalu) yang ada pada Muhammad saw secara individu dan para sahabat secara komunitas yang merupakan penerapan, tafsir, penjelasan dari pada Al-Qur’an atas petunjuk langsung dari Allah SWT yang mana dari-Nya al-islam itu berasal dari al Qur’an Surat Al Imron, ayat 19. Hal ini karena Muhammad saw hanyalah mengikuti apa yang diwahyukan Allah kepadanya, yakni Al-Qur’an, sebagaimana dalam al Qur’an Surat Al an’am, ayat 106, Yunus, ayat 15, Surat al Ahqof ayat 9) dan Allah SWT memberi petunjuk kepada Muhammad SAW, sebagaimana mengamalkan/menerapkan, menafsirkan, menjelaskan Al-Qur’an tersebut, maka terbentuklah suatu bentuk keyakinan (al-’aqidatu) dan perbuatan (al-’amalu) atau jalan hidup atau ad-din yang ada pada Muhammad saw sehingga Aisyah ra, isteri Nabi Muhammad SAW mensifati beliau dengan perkataan “kana khuluquhu al qur’an” yang artinya ” Akhlak dia (Muhammad SAW) adalah al-Qur’an”. Dan para sahabat adalah sekelompok orang yang paling baik mengikuti Muhammad SAW, sebagaimana dalam al Qur’an, Surat al Imran, ayat 31, Surat Aal A’rof, ayat 3. Para sahabat mengatakan “sami’na wa atho’na“, yang artinya ” Kami mendengar dan kami taati”. Oleh karena itu, kemudian Allah SWT berfirman: ” telah Aku sempurnakan untuk kamu agama kamu “. Lalu kalimat “ wa rodhitu lakumul-islama dina “, yang artinya, ” dan Aku telah ridho al-islam sebagai agamamu”. Dalam kalimat ini Allah menyebut dinu Muhammadin SAW dan para sahabat (jalan hidup Muhammad saw dan para sahabat) itu dengan sebutan al-islam. Dan oleh karena dalam ayat ini digunakan kata “ad-din“, kata dalam bentuk tunggal dan jamaknya adalah “al-adyan“, maka ini berarti dinu Muhammadin SAW dan para sahabat itu satu dan sama. Oleh karena Muhammad SAW adalah pihak yang menerima wahyu ( al-Qur’an ) beserta penjelasannya, sebagaimana dalam al Qur’an, Surat  al Qiyamah, ayat 16 -19) dan Beliau saw mengamalkan dengan sempurna wahyu yang diterimanya, (QS al Ahzab ayat 2) dan para sahabat adalah orang yang paling bersemangat dalam mengikuti Beliau SAW, ( QS Ali ‘Imran ayat 31). Mereka adalah rujukan utama dalam memahami al-islam bagi orang-orang yang hidup setelah mereka, (QS Attaubah ayat 100), maka al-Islam itu tiada lain pastilah dinu Muhammadin SAW atau Millatu Muhammad SAW atau Sunnatu Muhammadin SAW  atau jalan hidup Muhammad SAW, tapi bukan Beliaulah yg membikin agama Islam.
  Jadi al-Islam itu adalah  Assunnah,  dan Assunnah adalah al-Islam. Maka suatu keyakinan dan perbuatan yang tidak ada di dalam Assunnah tidak bisa disebut sebagai al Islam. Dan yang lebih memperjelas akan hal ini adalah sabda Nabi Muhammad SAW, yang artinya: ” Barang siapa yang beramal dengan suatu amalan yang tidak ada pada kami ( yakni Muhammad SAW dan para sahabatnya ), maka ( amalan itu ) tertolak ” (HR Muslim dari “Aisyah ra ). Mengapa tertolak, karena bukan al-Islam yang haq, yang di ridhoi Allah SWT.
Nabi Muhammad SAW dan para sahabatnya adalah sekelompok orang yang paling paham tentang al Islam dan karenanya mereka dipuji oleh Allah SWT dengan sebutan ” khoiru ummah ” (umat yang terbaik), sebagaimana dalam al Qur’an Surat al Imran,ayat 110. Sebutan itu diberikan bukan karena mereka meyakini dan mengamalkan al Islam dengan sebaik-baiknya sesuai dengan perintah-Nya.
         Kita yang hidup di zaman sekarang mengenal al Islam hanya dari al-Qur’an dan As-Sunnah yang tercatat di dalam Hadits-Hadits yang Shohih. Sehingga dengan mudah kita dapat mengetahui apakah keyakinan atau perbuatan itu termasuk al Islam atau bukan kalau kita tahu banyak tentang al-Qur’an dan Hadits-Hadits yang shohih. Kalau ada dasarnya di dalam al-Qur’an dan Assunnah yang ditunjukkan dengan Hadits yang shohih sudah pasti itulah al Islam. Kalau tidak ada dasarnya bagaimana bisa dinamakan al Islam ?.
V.  KESIMPULAN
      Dari pembahasan di atas dapatlah penulis simpulkan, bahwa makna al Islam  dalam al Qur’an Surat al Imron, ayat 19 dan Addin, ayat 85 itu adalah al Islam dan Addin yang di ridloi oleh Allah SWT sebagai agama yang di dalamnya mengajarkan I’tiqodiyah, ‘ubudiyah dan mu’amalah sesuai yang di atur dalam al Qur’an dan al Hadits.  Jadi bukan Islam yang hanya sekedar mengajarkan kebaikan, kedamaian dan kesejahteraan, tapi juga mengamalkan perintah-perintah Allah SWT yang ada dalam al Qur’an dan al Hadits, seperti Rukun-rukun Islam dan lain sebagainya. Lebih spesifik, Islam yang di ridhoi Allah SWT dan Rasulullah SAW adalah Islam yang mengajarkan shalat lima waktu, puasa, zakat dan lain sebagainya.
V.  PENUTUP
        Demikian yang dapat penulis kaji dari al Qur’an, Surat al Imran ayat 17 dan ayat 85, semoga bermanfaat dan memenuhi harapan Bapak dosen pengampu materi Tafsir dan meme nuhi nilai uts.

BIMBINGAN DAN KOSELING TK ANNUQAYAH

PENDAHULUAN
            Dalam Kamus Ilmiah Populer oleh Pius A Partanto diterangkan arti minder adalah rendah diri, lemah semangat, cenging
            Sering penulis jumpai beberapa siswa Taman Kanak-kanak, khususnya di TK Annuqayah yang bertabiat minder atau cenging di dalam bergaul dengan teman-teman lainnya di sekolah. Sebenarnya, sifat minder merupakan karakter seseorang yang bisa di atasi dengan berbagai cara sesuai dengan sebab musababnya. Terjadinya minder pada anak usia Taman Kanak-kanak sering disebabkan oleh adanya permasalahan keluarga di rumahnya atau faktor krakteristik gurunya dalam mendidik.
Apabila sumber penyebabnya adalah masalah keluarga, seperti brokenhomes atau kurang harmonis antar bapak dan ibunya yang mengakibatkan terjadinya penceraian, maka seorang guru harus memiliki dan mampu mengatasi dan mencarikan solusi permasalahan itu secara optimal, sehingga penyakit minder yang menimpa mereka tidak kronis dalam jiwa mereka. Sebab bila penyakit ini dibiarkan dalam diri anak usia Taman Kanak-kanak, maka akan sulit untuk menghilangkan atau menyembuhkan bilamana usia mereka semakin dewasa.
            Salah satu solusi yang paling cocok untuk mengatasi minder bagi anak usia Taman Kanak-kanak yang disebabkan oleh timbulnya permasalahan brokenhomes tersebut yang akan menjadi pembahasan dalam makalah ini. Namun pembahasan dalam makalah ini sangatlah sederhana, karena keterbatasan penulis dibidang ini juga reherensi yang sengat minim penulis miliki. Mudah-mudahan makalah ini akan memberikan manfaat kepada penulis dan kepada para pembacanya. Amin !
Adalah sanjungan dan penghargaan yang dilakukan secara berkesinambungan kepada mereka di dalam sekolah. Sedangkan bila mereka berada di rumah atau dilingkungan sekitar rumahnya, hendaknya seorang guru selalu mendampingi dan memberikan bimbingan berupa hiburan yang bersifat edukatif. Mengayomi mereka, seperti halnya bapak dan ibunya sendiri. Bila guru itu tidak mempunyai waktu luas untuk mendampingi mereka secara kontnyu, maka solusi yang dapat ditempuh adalah membelikan mainan yang sesuai dengan kesenangan mereka, namun yang bersifat mendidik yang sekiranya mampu menggugah semangat untuk belajar dan terus belajar. Ajaklah teman-teman sebanya di sekitar rumahnya, atau teman-teman sekolahnya untuk bermain dan bercerita-ria tentang pemandangan yang indah, tentang binatang yang jinak dan menyenangkan, tentang rembulan, tentang ladang dan gunung-gunung. Suatu saat ajak mereka pergi ke pantai, kolam renang dan kebun binatang. Ajari mereka menyanyi, berteriak dan tertawa lepas. Insya Allah dengan demikian sedikit-demi sedikit penyakit minder itu akan hilang dengan sendirinya dari benak mereka.
            Bila permasalahan minder, timbul sebab tidak cerdas yang menyebabkan malas belajar dan tidak mempunyai semangat untuk sekolah dengan rajin, maka solusi awal yang harus dilakukan oleh seorang guru atau pembimbing adalah mencari tahu penyebab timbulnya masalah tersebut. Apakah karena faktor lingkungan keluarga, teman atau faktor kejiwaan anak tersebut.
            Untuk mengatasi faktor tidak cerdas dan labilnya kejiwaan anak usia Taman Kanak-kanak adalah selalu membimbing belajar dalam bentuk permainan, tebakan dan bercerita. Bila faktor lingkungan keluarga yang tidak mendukung suasana belajar dan bersenang-ria menjadi penyebabnya, maka solusinya adalah menghidupkan suasana belajar dan bersenang-ria dalam bentuk yang terencana dan terjadwal.
            Ada beberapa langkah yang –menurut penulis- postip dan sangat tepat diterapkan sebagai Bimbingan dan Konseling bagi anak usia Taman Kanak-kanak (TK), khususnya di Annuqayah, yaitu :
1.      Memperkenalkan identitas diri seorang guru atau pembimbing kepada mereka, sehingga mereka tidak takut ketika membimbing atau mendampingi mereka.
2.      Menggambar dan membaca do’a - do’a pendek sambil praktek
3.      Bercerita santai sambil mempragakan alur ceritanya dengan gerakan tubuh
Ketiga unsur tersebut di atas harus diketahui dan dimilki oleh setiap guru atau pembimbing di Taman Kanak-kanak, khususnya di Annuqayah. Oleh karena itu, penulis berencana akan menulis buku terkait dengan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) untuk tingkat Taman Kanak-kanak Annuqayah.
Demikian makalah sederhana tentang Bimbingan dan Konseling yang penulis terapkan selama penulis menjadi tenaga pengajar di TK Annuqayah. Semoga bermanfa’at ! 

ِABORSI DALAM ISLAM

PENDAHULUAN

1.   Pengertian Judul
Kata Abortus dalam bahasa Inggris disebut abortion berasal dari bahasa latin yang berarti gugur kandungan atau keguguran. Dalam bahasa arab disebut isqot al hamli yang berarti menggugurkan kandungan[1])
Ada pula yang memberi pengertian aborsi “Pengakhiran kehamilan atau konsepsi (pembuahan)  sebelum janin dapat hidup di luar kandungan”[2]).
Dijelaskan pula, bahwa “abortus diartikan sebagai pengakhiran kehamilan sebelum masa gestasi 16 minggu atau sebelum janin mencapai berat 1000 gram”[3]). Abortus juga suatu perbuatan untuk mengakhiri janin dari kandungan sebelum tiba masa kelahiran secara alami.  
Kata Islam berasal dari bahasa arab: Aslama Yaslamu Islaman yang berarti damai dan tentram, yaitu “agama yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW dengan kitabnya Al Qur’an”[4])
Medis adalah “ilmu kedokteran / ketabiban berkenaan dengan kedokteran, mengenai pengobatan”[5])

2.   Latar Belakang Masalah
      Islam adalah agama ynag suci (hanif) yang di bawa oleh Nabi Muhammad SAW diturunkan oleh Allah SWT sebagai Rahmatan lil ‘Alamin. Setiap makhluk hidup mempunyai hak untuk menikmati kehidupan, baik hewan, tumbuhan apalagi manusia. Oleh karen itu, ajaran Islam sangat mementingkan pemeliharaan terhadap lima hal, yaitu : jiwa, agama, akal , keturunan dan harta.

2
      Memelihara jiwa dan melindunginya dari berbagai ancaman berarti memelihara eksistensi kehidupan umat manusia dan juga sekaligus melindungi komunitas muslim secara keseluruhan. Untuk mewujudkan hal itu, Islam menetapkan hukuman bagi pelaku pembunuhan, seperti apabila nyawa melayang disebabkan tangan seseorang tanpa alasan hukum yang membolehkan, maka orang tersebut (pembunuh) dikenakan hukum qishas dan diyat. Dari pernyataan ini dapat dimengerti, betapa berharganya nyawa seorang manusia dalam pandangan hukum Islam.
      Maraknya pergaulan bebas antara laki-laki dan perempuan, maka tak jarang mengakibatkan hamil di luar nikah. Hamil di luar nikah merupakan aib yang dapat merendahkan kehidupan keluarga, sehingga untuk menutup aib tersebut tidak sedikit yang melakukan praktek aborsi.
3.   Rumusan Masalah
      Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut :
  1. Bagaimana pandangan Hukum Islam tentang aborsi yang merupakan tindakan asusila bila dipandang dari sudut moral dan etika ?
  2. Apakah diperbolehkan aborsi dalam pandangan medis ?
  3. Apakah pengaruhnya terhadap kesehatan ibu ?
4.   Tujuan Penulisan Makalah
      Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah :
  1. Untuk mengetahui sejauh mana pandangan Hukum Islam terhadap perbuatan aborsi
  2. Untuk mengetahui tindakan-tindakan Hukum Islam dalam perbuatan aborsi.
5.   Metode Pembahasan
      Adapun metode pembahasan yang digunakan penulis adalah:
  1. Metode deduktif, yaitu pengambilan suatu kesimpulan yang dimulai dari yang bersifat umum kepada pembahasan yang bersifat khusus
  2. Metode induktif, yaitu mengambil kesimpulan dari yang bersifat khusus kepada yang umum.

ABORSI DALAM ISLAM DAN MEDIS 

I.   Macam-Macam Aborsi
      Keguguran bisa terjadi dengan sendirinya (secara alami) dan juga bisa terjadi karena campur tangan manusia, dan bentuk kedua inilah yang sering terjadi dalam kehidupan masyarakat secara umum. Pengguguran kandungan dapat dibagi dalam dua bagian, yaitu :
a.   Abortus Spontan
      Yaitu pengguguran yang tidak disengaja atau tanpa usaha, atau beberapa sebab lainnya, seperti bapak atau ibu yang berpenyakit kelamin, sudah tua atau peminum.[6])
b.   Aborsi Buatan
      Yaitu Pengguguran yang dilakukan dengan sengaja. Dalam hal ini ada dua macam, yaitu aborsi therapeutic provocatus dan aborsi criminal provocatus.[7])
Aborsi T. Provocatus  adalah pengguguran kehamilan yang dilakukan secara sengaja, karena ada indikasi medis yang mengharuskan tindakan pengguguran tersebut, bila tindakan itu tidak dilakukan akan mengakibatkan mudlarat.[8])
Abortus C. Provocatus adalah pengguguran yang terjadi secara sengaja, tetapi bukan atas indikasi atau pertimbangan medis dan biasanya dilakukan secara sembunyi-sembunyi (illegal) oleh tenaga yang tidak terdidik[9])

2.      Faktor-Faktor Pendorong Orang Melakukan Abortus
Terjadinya perbuatan aborsi pada akhir-akhir ini mayoritas dilakukan oleh remaja puteri / ibu yang disebabkan oleh di antaranya adalah :
a.       Karena tidak menginginkan keturunan, sebab rendahnya faktor ekonomi atau kemiskinan
b.      Merasa malu akibat hubungan gelap dengan selain jenis untuk menutupi aibnya
c.      

4
Merasa was-was/khawatir akan lahirnya janin itu cacat rohani maupun jasmani apabila janin itu dilahirkan
d.      Terjadinya pemerkosaan yang mengakibatkan kehamilan sebagaimana ditulis oleh M. Ali Hasan dalam bukunya :
“Karena kehamilan yang terjadi akibat pemerkosaan, kendatipun kejadian itu di luar kehendaknya dan dia tidak dapat dipersalahkan, tetapi rasa malu ada apabila terjadi kehamilan” [10]) oleh karena itu mayoritas terjadinya aborsi di kalangan remaja putri akibat pemerkosaan atau hubungan gelap dengan lain jenis.
e.       Karena kegagalan mereka menggunakan alat kontrasepsi atau dalam usaha mencegah terjadinya kehamilan
f.        Karena mereka menemukan dokter / bidan / dukun yang membantu melakukan pengguguran.
3.      Dampak Aborsi Dari Segi Medis
Atas dasar indikasi medis, ada dua alasan orang melakukan abortus, sebagaimana ditulis oleh M. Ali Hasan, yaitu :
a.       Untuk menyelamatkan ibu, karena apabila kehamilan dipertahankan dapat mengancam dan membahayakan jiwa si ibu[11])
b.      Untuk menghindarkan kemungkinan terjadinya cacat jasmani atau rohani, apabila janin dilahirkan[12])
Dalam indikasi medis di atas, abortus juga mempunyai pengaruh atau resiko dan bahaya yang menyebabkan timbulnya penyakit, baik yang bersifat berat maupun ringan. Beberapa hal atau dampak negatif bagi ibu / remaja puteri yang melakukan aborsi, di antaranya :
  1. Timbulnya luka-luka dan infeksi-infeksi pada dinding alat kelamin dan merusak organ-organ di dekatnya, seperti kandung kencing atau usus [13])
  2. Robek mulut rahim sebelah dalam (satu otot lingkar) [14])

  3. 5
    Dinding Rahim bisa tembus, karena alat-alat yang dimasukkan dalam rahim itu yang menyebabkan infeksi dan pendarahan[15])
  4. Terjadi pendarahan dan menstruasi tidak normal dan juga  mengakibatkan kanker[16])
4.   Hukum Aborsi Dalam Islam
      Aborsi merupakan tindakan yang sangat dilarang oleh agama Islam tanpa adanya alasan darurat. Dalam hukum abortus, para ulama sepakat mengharamkan, kecuali ada beberapa ulama yang mengatakan boleh dilakukan ketika memandang dari segi proses melakukan tindakannya serta akibatnya. Apabila aborsi itu untuk melindungi dan menyelamatkan si ibu, maka Islam membolehkan, bahkan mengharuskan melakukannya. Oleh karena itu, Islam tetap mengaplikasikan prinsip mengambil yang lebih ringan dari dua hal yang sama-sama berbahaya, sebagaimana dalam Kaidah Fiqhiyah disebutkan :
اِرْتِكَابُ أَخَفِّ الضَّرُرَيْنِ وَاجِبٌ
Menempuh salah satu tindakan yang lebih ringan dari dua hal yang sama-sama berbahaya adalah wajib”.
      Pendapat para ahli fiqh mengenai hukum aborsi sangat bergantung pada pandangan mereka mengenai kedudukan janin dalam kandungan. Namun mereka bersepakat bahwa pengguguran kandungan pada saat janin dipandang telah bernyawa adalah haram. Dalam hal ini Ayat Al Qur’an sebagai rujukan dalil yang paling kuat dalam hal ini menjelaskan yang artinya :
Dan janganlah kamu membunuh anak-anakmu karena takut kemiskinan. Kami-lah yang akan memberikan rizki kepada mereka dan juga kepadamu. Sesungguhnya membunuh mereka adalah suatu dosa yang besar”.[17])
      Lebih keras lagi dalam menghukumi haram terhadap aborsi ini, sebagaimana diketahui dalam kitab I’anatu Attholibin, sebagai berikut :
فَأَوَّلُ مَرَاتِب الوُجودِ وَقْعُ النُّطْفَةِ فِى الرَّحِمِ فَيَخْتَلِطُ بِمَاءِ
 المَرأة فَأَفْسَادَها جِنَايَةٌ، فَإن صَارَتْعَلَقَةً أَو مُضْغَةً فَالْجِناَيةُ أفْخَشُ فإن نُفِخَتْ الرُّوحُ وَاسْتَقَرَّتْ الخِلْقَةُ زَادَتْ الجِنَايةُ تَفَاحُشًا.

6
“Tahap pertama adanya (terciptanya manusia) adalah adanya sperma dalam rahim yang berasimilasi dengan ofum. Maka bila hal ini dirusak (oleh seseorang, karena sebab-sebab di luar darurat) sama halnya dengan perbuatan kriminal (pidana). Jika sperma tersebut telah menjadi segumpal darah atau daging, maka ia termasuk kriminal yang sangat jahat. Dan jika telah ditiup ruh kepadanya serta telah menjadi sebuah ciptaan, maka perbuatan itu (aborsi) sangat dan sangat jahat”[18])
      Dalam kitab Bughyatul Mustarssyidin diterangkan:
(مَسْئَلَةُ ك) يَحْرُمُ التَّسَبُّبُ فِى اِسْقَاطِ اْلجَنِيْنِ بَعْدَ اسْتِقْرَارِهِ فِى الرَّحِمِ بِأَنْ صَارَ عَلَقَةً أَوْ
مُضْغَةً وَلَوْ قَبْلَ نَفْخِ الرُّوْحِ كَمَافِى التُّحْفَةِ. وَقَالَ م ر : لاَيَحْرُمُ إِلاَّ بَعْدَ النَّفْخِ.
“(Masalah Sulaiman Al Kurdi), haram hukumnya membuat suatu sebab gugurnya janin yang telah menetap dalam rahim, karena telah menjadi segumpal darah atau daging, sekalipun belum ditiupkan ruh, sebagaimana diterangkan dalam kitab Attuhfah. Dan Imam Romli Asshoghir berkata: Tidak haram, kecuali setelah ditiup  ruh pada sang janin”[19])
Diterangkan pula dalam kitab Asybah wan Nadzair,:
        إِذَا تَعَارَضَ مَفْسَدَتَانِ رُوْعِىَ اَعْظَمُهمَا ضَرَرًا بِارْتِكابِ أخَفِّهِمَا.
“Apabila dua masalah negatif bertentangan, maka hendaknya mengambil yang lebih ringan dari keduanya” [20])
      Menurut Imam Assubky dan diceritakan pula oleh sebagian ulama-ulama lainnya, bahwa "boleh minum obat bagi perempuan hamil untuk menggugurkan hamilnya selama masih dalam bentuk sperma atau gumpalan darah  ": 21)

قَالَ السُّبْكِىُّ وَنُقِلَ عَنْ بَعْضِهِمْ جَوَازَاْلأَمَةِ الدَّوَاءَ ِلاِسْقَاطِ الحَمْلِ مَادامَ نُطْفةً أو عَلَقةً



ABORSI MENURUT PANDANGAN PENULIS

            Setelah mengkaji secara saksama terhadap beberapa berpendapat di atas tentang hukum aborsi, baik ditinjau dari segi hukum Islam atau medis, maka penulis berpendapat, bahwa Aborsi adalah suatu tindakan terlarang baik dari segi medis atau Islam, kecuali dalam keadaan darurat. Dan menurut sebagi ulama yang lain, boleh dilakukan selama masih berbentuk sperma atau gumpalan darah.
Abortus yang dilakukan oleh seorang ibu ( suami istri ), berarti tidak mau mensyukuri nikmat ( pemberian ) Allah Yang Maha Kuasa. Sedangkan mencegah terjadinya abortus, dapat dilakukan melalui adanya upaya hukum ( tindakan konstitusional ), memberikan hukuman bagi pelaku aborsi atau orang yang terlibat didalamnya serta melalui gerakan Sosial keagamaan yang di dukung oleh peran ulama’, pemerintah, da’i dan lain-lain. Sehingga dapat menyadarkan umatnya untuk tidak melakukan perbuatan yang sangat keji itu.

Kesimpulan     
         Dari pembahasan  di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan, yaitu :
1.   Aborsi ditinjau dari sudut pandang hukum Islam dan tindakan Medis tidak menutup     kemungkinan pembolehannya.
2.    Sebagian ulama melarang abortus ( pengguguran kandungan ) secara mutlak, apabila di  sengaja, karena merupakan suatu kejahatan dan perbuatan dosa, kecuali masih dalam bentuk sperma atau segumpal darah atau selama belum berbentuk segumpal daging lebih-lebih apabila telah ditiupkan ruh ke dalamnya.  
3.    Abortus yang dilakukan oleh ibu / remaja putri ditinjau dari segi medis akan menyebabkan  risiko atau bahaya bagi kesehatan.


DAFTAR PUSTAKA


1.      Dr. H. Chuzaimah T Yanggo dan Drs. HA. Hafiz Anshary Az. MA, ”Problematika Hukum Islam Kontemporer” jakarta
2.      M. Ali Hasan, ” Masail Fiqhiyah al Haditsah” cetakan 3, Jakarta 1989
3.      Pius A. Partanto, M Dahlan al Barry “ Kamus Ilmiyah Populer” Arkolo Surabaya, cet 1994
4.      Departemen Agama,  Ensiklopedi Hukum Islam Jilid I
5.      Al ‘Allamah Abi Bakr Assayyid Muhammad Syatho Addimyathi, Juz 4
6.      Sayyid Abdurrahman al Hadramy, Bughiyatul Mustarsyidin, Bairut hal 246
7.      Al Asybah wa Nadzoir, Juz 1 hal 87
8.      Ibn. Ziyad, Talkhisul Murod bi Hamisyi Bughyatil Mustarsyidin, Hal 247


[1]) Dr. H. Chuzaimah T Yanggo dan Drs. HA. Hafiz Anshary Az. MA, “Problematika Hukum Islam” Kontemporer”, Jakarta, hal. 129
[2]) Ibid.
[3]) M. Ali Hasan, “Masil Fiqhiyah al Haditsah” cet. 3, Jakarta 1989 hal. 45
[4]) Pius A. Partanto, M Dahlan al Barry, “Kamus Ilmiyah Populer”, Arkolo Surabaya, Cet. 1994
[5]) Ibid.
[6]) Ensiklopedi Hukum Islam, Jakarta hal. 33
[7]) Ibid.
[8]) Ibid
[9]) Ibid
[10]) M. Ali Hasan, Loc. Cit  hal, 49
[11]) Ibid 48
[12]) Ibid
[13]) Ibid 49
[14]) Ibid
[15]) Ibid
[16]) Ibid 50
[17]) Al Qur’an S. Al Isra’, 31
[18]) Al ‘Allamah Abi Bakr Assayyid bin Sayyid Muhammad Syatho Addimyathi, juz 4 hal 147
[19]) Sayyid Abdurrahman al Hadramy, Bughyatul Mustarsyidin, Bairut hal 246
[20]) Al Asybah wa Nadzoir, juz 1 hal. 87
21) Ibn Ziyad, Talkhisul Murod bi Hamisyi bughyatil mustarsyidin, hal. 247

TAFSIR METAFORIS DAN TA’WIL SEBAGAI METODOLOGI PENAFSIRAN AL QUR’AN

I.    Pendahuluan
      Ada sebuah pernyataan dari Imam Ghozali dalam kitab Ihya’ Ulumuddin : “ Aku telah mengkaji Al Qur’an dengan segala tenaga pikiran yang aku curahkan dan kutulis dalam beberapa kitab, namun selalu saja aku menemukan hal-hal baru dari Kitab Allah Yang Maha Mulia itu “ (lihat, Ihya’ Ulumuddin, Jilid 3, hal 57).
      Pernyataan Imam Ghozali ini memberikan  inspirasi, bahwa sepintar dan secerdas apapun otak manusia, tentunya tidak akan mampu mengkaji Al Qur’an secara maksimal. Demikian pula dengan saya yang baru 2 minggu jadi mahasiswa sudah dapat tugas membahas tentang Tafsir Metaforis ini. Tentunya hasilnya tidak akan maksimal. Walaupun demikian, tetap saya akan mempresentasikan topik ini untuk memenuhi perintah kewajiban saya sebagai mahasiswa. Mudah-mudahan apa yang saya tulis ini bermanfaat buat kita semua dan mendapat nilai baik dari dosen saya yang terhormat ini.

II.  Pengertian Tafsir
      Tafsir dalam arti bahasa adalah “ menerangkan atau menyatakan “. Menurut istilah adalah :
بَـيَانُ مَعَانِى اْلقُرْآنِ وَاسْتِخْرَاجُ أَحْكَامِهِ وَحِكَمِـهِ
“Menerangkan makna-makna lafadh dalam Al Qur’an dan mengeluarkan hukum-hukumnya serta hikmah-hikmahnya[1])
  Tujuan belajar Tafsir ialah untuk memberikan pengertian kepada umat manusia tentang isi yang terkandung di dalam Al Qur’an melalui pengenalan kosa-kata yang ada di dalamnya serta pemahaman substansionalnya yang meliputi kepada aturan-aturan hubungan manusia dengan Tuhannya, dengan sesama manusia dan dengan makhluk-makhluk lainnya. Di samping itu untuk mengetahui tentang hikmah dan petunjuk-petunjuk  Allah SWT dalam kehidupan di dunia maupun di akhirat kelak.
Para ulama Mufassirin menafsirkan Al Qur’an dengan berbagai macam cara. Ada yang menafsirkan dengan berdasarkan kepada Assunnah, seperti Tafsir Ibn Katsir, dengan Allughoh, (Nahwu dan Shorrof), seperti Tafsir Al Maroghi dan ada pula dengan Almutarodifat (sinonim), seperti Tafsir Al Jalalain atau dengan penafsiran dari segi Balaghoh, seperti Tafsir Al Kassyaf, oleh Syekh Zamahsyari. Dari penafsir-penafsir tersebut di atas ada pula yang menafsirkan dengan cara metaforis atau dalam bahasa arabnya disebut “Tafsir bil Majaz”, atau “Tafsir bitta’wil

III. Pegertian Tafsir Metaforis
      Kata  Metaforis atau  Metafora,  artinya  kias atau gaya bahasa. Yaitu  memperbandingkan  suatu
       benda dengan benda lain yang mempunyai kesamaan sifat [2]). Tafsir ini disebut juga dengan Tafsir bilmajaz. Tafsir metaforis ini mirip dengan Ta’wil
Tafsir bilmajaz ialah membandingkan suatu masalah yang ada dalam Al Qur’an dengan fakta-fakta (hakikat) yang terjadi dan rasional – menurut ukuran manusia -, namun wilayah pembahasan Tafsir bilmajaz ini hanya dari segi redaksionalnya (bahasanya), seperti firman Allah SWT:
واسئـل القـرية 
                                          “ Bertanyalah engkau kepada Desa ”
Ditinjau dari segi penafsiran bilamajaz atau metaforis, lafadl Al Qoryah dalam ayat tersebut disamakan atau dikiaskan dengan penduduk desa.

IV. Pengertian Ta’wil
      Ta’wil diambil dari kata “ Aul “, artinya kembali atau berpaling. Kemudian “Ta’wil” berarti mengembalikan [3])
      Menurut arti istilahnya ialah memalingkan lafadh dari makna yang lahir kepada makna yang muhtamil (makna yang terkandung dalam suatu lafadh), selama lafadh yang muhtamil itu tidak berlawanan dengan Al Qur’an dan Assunnah [4])
      Perbedaan Ta’wil dengan Metaforis/tafsir bilmajaz terletak pada cara menganalisanya terhadap suatu kaliomat dalam Al Qur’an. Kalau Ta’wil tidak terlalu memperhatikan redaksinya, tetapi kepada substansinya atau isi dari bahasanya, sehingga sering suatu lafadl yang di ta’wil berbeda dengan bahasa yang digunakan. Misalnya firman Allah SWT.
فَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ وَاسْتَغْفِرْهُ إِنَّهُ كَانَ تَوَّابَا.
Ayat ini di ta’wil dengan Hadits Nabi SAW yang berbunyia :
سبحانك اللهم ربَّنا وبحمدك اللهم اغْـفـرلى  ([5]   
Atau dalam firman Allah SWT :
يَدُاللهِ فَـوْقَ أَيْدِيْهِـم
Tangan Allah di atas tangan-tangan mereka
Ayat ini bila di tafsir secara metaforis berarti : “ Kekauasaan Allah di atas kekuasan mereka”. Jadi tangan Allah itu di kiyaskan dengan “ kekuasaan Allah “. Bila di ta’wil pengertiannya lebih luas lagi. Bisa berarti keadilan Allah, hukum Allah atau kebijaksanaan Allah dan lain sebagainya. Jadi Ta’wil lebih menekankan kepada pengertian ayat terkandung di dalamnya, sehingga arti kalimat dalm ayat tersebut dipalingkan (bukan dibandingkan) dari arti yang sebenarnya.
Di dalam buku, karangan Qurasy Syihab, mengungkapkan bahwa banyak ulama mufassirin yang tidak mau terhadap penafsiran metaforis, seperti Imam Malik, Al Jahiz dan lain-lain, (lihat, hal 3). Menurut saya, pendapat mereka tidak salah secara hukum Ilahy dan tidak pula dapat dipersalahkan secara rasional, sebab mereka eksis pada konsepsi mereka, bahwa Al Qur’an adalah bahasa Allah yang tidak dapat diperbandingkan dengan bahasa manusia. (Kalau ada yang mengatakan, bahwa bahasa Al Qur’an adalah berasal dari bahasa suku-suku arab pada zaman Jahiliyah, itu dapat dibenarkan, tapi tidak semua bahasa suku-suku arab menjadi bahasa Al Qur’an, tetapi bahasa yang di akui Allah itu saja sebagai bahasa Allah yang kemudian dituangkan dalam Al Qur’anul Kariem). Mayoritas bahasa Al Qur’an itu menggunakan bahasa suku Quraisy, karena bahasa terbaik dari bahasa-bahasa suku lainnya.

V.  Pandangan Para Filsuf, Kaum Bathiniyah dan Kaum Sunni terhadap Ta’wil
      Di dalam Al Qur’a terdapat ayat-ayat Mutasyabihat dan Muhkamat. Mutsyabihat ialah ayat-ayat yang belum jelas maksudnya dan membutuhkan ta’wil atau tafsir. Sebaliknya ayat-ayat Muhkamat adalah ayat-ayat yang sudah jelas maksudnya dan tidak membutuhkan keterangan yang mendalam.
      Dalil bahwa di dalam Al Qur’an terdapat ayat-ayat Mutasyabihat dan Muhkamat, Firman Allah SWT :
هوالَّذى أََنْزَلَ عليك الكتابَ منه أياتٌ مُحْكَمَاتٌ هُنّ أمُّ الكتابِ   وأخر مًتَشَابِهَات.
“Dia-lah yang telah menurunkan Al Qur’an kepadamu. Dan di antara (isi)nya ada ayat-ayat muhkamat, itulah pokok-pokok isi Al Qur’an. Dan yang lain ayat-ayat mutasyabihat “. (Q.S. Al Imron : 7)
      Para Filsuf (kaum yang memandang bahwa mena’wil ayat-ayat mutasyabihat adalah suatu kewajiban yang harus dilakukan, baik dalam memberikan pemahaman kepada dirinya maupun kepada orang lain. Hal ini telah dilakukan oleh Rasulullah SAW sendiri. Dan adanya Ta’wil atau penafsiran metaforis dalam Al Qur’an adalah benar dan tidak termasuk “pembohongan”, sebagaimana yang dituduhkan suatu kaum yang tidak mau dengan ta’wil atau metaforis. Sementara menurut Ibn Rusy, Ta’wil atau penafsiran metaforis hanya bisa dilakukan oleh orang-orang yang mempunyai pemahaman keagaaman yang cukup dan bukan untuk orang awam (lihat buku Masalah Ta’wil Sebagai Metodologi Penafsiran Al Qur’an, Nurlholis Majid, hal. 11)
      Menurut kaum Al Bathiniyah atau Kaum Kebatinan (kaum sufi pengikut aliran Syi’ah Isma’iliyah) tidak berbeda dengan pendapat Ibn Rusy di atas, namun mereka lebih mengutamakan arti batiniyah-nya ( isi kandungan ayat Al Qur’an) ketimbang lahiriyahnya, karena apa yang difirmankan Allah adalah suatu firman yang memberikan makna yang kadang sering kita tidak faham, namun dapat memberi hikmah kepada diri kita sendiri.
      Menurut pandangan Kaum Sunni pada umumnya menerima Ta’wil atau interpretasi metaforis, namun tetap berhati-hati dalam melakukannya, karena khawatir interpretasi itu hanya disesuaikan dengan akal pikiran manusia atau keinginan manusia itu sendiri yang berakibat rusaknya pemahaman terhadap ayat itu sendiri. Kaum Sunni adalah sekelompok kaum intelektual yang ‘Akidahnya merujuk kepada metode Asy’ariyah atau Abi Musa Al Asy’ari. Dan metode Akidah inilah yang masih tetap dipelihara dan digunakan oleh Ahlussunnah wal Jama’ah hingga saat ini.
      Konsep Akidah Asy’ariyah, tentang sifat Allah yang mempunyai mata, tangan, wajah dan Ia bertahta di Singgasana ( ‘Arsy ) mereka membenarkan, namun mata, wajah, tangan dan bertahtanya Allah SWT berbeda dengan makhluk-Nya. Lantas kalau berbeda, tangan, mata dan wajah Allah SWT itu seperti apa ? Maka Al Asy’ari menjawab: “Allah SWT itu Maha Ghoib. Manusia wajib mempercayai sifat-sifat-Nya, namun tidak harus mengetahui dzat-Nya. Oleh karena itu, bertanya tentang dzat-Nya adalah Bid’ah (mengada-ada) dan hukumnya haram”.
VI. Kesimpulan
      Dari uraian tersebut di atas, dapat penulis simpulkan :
  1. Pengertian Ta’wil dan Tafsir berbeda
  2. Pengertian Ta’wil dan penafsiran Metaforis mirip (serupa, tapi tidak sama)
Kalau Ta’wil lebih menekankan kepada pemahaman isi yang terkandung di dalam suatu ayat, sehingga berpaling dari arti kata yang sebenarnya. Sedangkan Metaforis membandingkan arti suatu kalimat dengan arti yang lain yang lebih rasional.
  1. Tujuan adanya ta’wil dan metaforis adalah sama, yaitu memberikan penjelasan terhadap ayat-ayat Al Qur’an dianggap belum jelas maksudnya.
  2. Ayat-ayat  Al Qur’an terbagi kepada ayat muhkamat  (pasti dan jelas maksudnya) dan mutasyabihat (belum jelas maksudnya)
  3. Kelompok aliran-aliran teologi (tauhid) berbeda pendapat dalam hal pengetrapan Ta’wil terhadap ayat-ayat Al Qur’an. Ada yang mengatakan tidak boleh, dan ada pula yang mengatakan boleh, tapi harus hati-hati dalam melakukannya.
  4. Penafsiran Metaforis terhadap ayat-ayat Al Qur’an menurut penulis, boleh dilakukan hanya pada ayat-ayat Mutsyabihat saja, sementara ayat-ayat Muhkamat tidak perlu ada penafsiran lebih mendalam, tapi bila  diperlukan adanya keterangan (bayan) boleh saja dilakukan, seperti cara melakukan sholat, puasa, zakat dan lain sebagainya.
VII. Penutup
      Demikian makalah ini penulis susun dengan segala keterbatasan pengetahuan penulis tentang tema ini. Semoga bermanfaat. Amin !


[1])   Sejarah dan Pengantar Ilmu Al Qur’an/Tafsir, Hasbi Asshiddieqy T.M. Dr. Prof, Bulan Bintang Jakarta 1980, hal. 192
[2])  Kamus Ilmiah Populer, Partanto. Pius A , Dahlan Albarry M, Arkola Surabaya 1994
[3])  Op. cit. hal. 194
[4])  Loc cit hal 195
[5]) Ulumuttafsir, Departemen Agama RI, hal. 46